Selasa, 05 April 2011

Keberadaan Hadits di Tengah Peran Ganda Nabi Muhammad Sebagai Nabi dan Rasul, Kepala Negara, Hakim, dan Manusia Biasa

Pendahuluan

Hadist atau sunnah Nabi memempunyai kedudukan yang penting sebagai sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur'an. Karena sangat pentingnya hadist dalam kehidupan ini, maka urgensi dalam mempelajari Hadits juga sangat penting bagi umat Islam.[1] Oleh sebab itu, argumentasi pentingnya Hadits dijadikan sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah al-Qur'an adalah sebagaimana Firman Allah Surat an-Nisa':[2]


Artinya:

"Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka."

Kemudian firman Allah SWT dalam Surat al-Hasyr:[3]!


Artinya:

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah".

Jadi, mentaati Allah berarti kita juga mentaati Rasul-Nya, oleh sebab itu segala macam hadits yang sudah teruji kesohihannya maka wajib hukumnya bagi kita untuk mengikuti dan mengamalkannya sebab hadits merupakan hasil penjelasan dari al-Qur'an itu sendiri.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya yaitu:

Artinya: "Telah kutinggalkan untukmu dua perkara (pusaka), tidak sekali-kali kamu tersesat selamanya, selama kamu masih berpegang teguh kepada keduanya yaitu al-Qur'an dan Sunnahku". (HR. Al-Hakim dari Abu Hurairah).

Oleh sebab itu, berpegang teguh kepada Hadits secara jelas dan hati-hati merupakan keharusan bagi umat Islam. Selain itu, kita harus memahami hadits dan memperhatikan tingkat kebenaran hadits tersebut sehingga kita dapat menjadikannya sebagai hujjah. Begitu juga, menentukan status hadits (shahih, dhaif, hasan dan lain-lain) dan memilih mana hadits yang layak digunakan sebagai sandaran.

Pertanyaan yang cukup mendasar dalam studi ilmu hadits adalah; apakah semua yang dikatakan atau dilakukan Nabi itu adalah hadits atau bukan? Bagaimana juga ungkapan atau perbuatan Nabi dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai posisi yang disandangnya?

Makalah ini berusaha untuk menjelaskan berbagai aspek tentang hadist yang berkaitan dengan posisi Muhammad sebagai Nabi atau Rasul, kepala negara, hakim dan manusia biasa. Agar kita dapat menentukan mana hadist yang masuk kategori tasyri’ dan mana yang bukan termasuk kategori tasyri’. ((سنة التشريع و سنة غيرالتشريع

Pengertian Hadits

Kata "Hadits" atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang baru), lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata hadits juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.[4] Kata jamaknya, ialah al-ahadis. Secara terminologi, ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian hadits. Di kalangan ulama hadits sendiri ada juga beberapa definisi yang antara satu sama lain agak berbeda. Ada juga yang mendefinisikan hadits, adalah : "Sesuatu yang dinisbatkan kepada nabi berupa perkataan, perbuatan, dan hal ihwalnya (taqrir)".[5]

Ulama hadits menerangkan bahwa yang termasuk "hal ihwal", ialah segala pemberitaan tentang Nabi SAW, seperti yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya. Ulama ahli hadits yang lain merumuskan pengertian hadits dengan : "Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya".[6]

Ulama hadits yang lain juga mendefiniskan hadits sebagai berikut : "Sesuatu yang didasarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya".

Dari ketiga pengertian tersebut, ada kesamaan dan perbedaan para ahli hadits dalam mendefinisikan hadits. Kasamaan dalam mendefinisikan hadits ialah hadits dengan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik perkataan maupun perbuatan. Sedangkan perbedaan mereka terletak pada penyebutan terakhir dari perumusan definisi hadits. Ada ahli hadits yang menyebut hal ihwal atau sifat Nabi sebagai komponen hadits, ada yang tidak menyebut taqrir.[7]

Kemudian ada ahli hadits yang menyebut taqrir Nabi secara eksplisit sebagai komponen dari bentuk-bentuk hadits, tetapi ada juga yang memasukkannya secara implisit ke dalam aqwal atau afal-nya. Sedangkan ulama Ushul, mendefinisikan hadits sebagai berikut : "Segala perkataan Nabi SAW. yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum syara'".

Berdasarkan rumusan definisi hadits baik dari ahli hadits maupun ahli ushul, terdapat persamaan yaitu: "memberikan definisi yang terbatas pada sesuatu yang disandarkan kepada Rasul SAW, tanpa menyinggung-nyinggung prilaku dan ucapan shabat atau tabi'in.[8]

Pengertian as-Sunnah

Sunnah menurut bahasa berarti : "Jalan dan kebiasaan yang baik atau yang jelek"[9]. Menurut M.T.Hasbi Ash Shiddieqy, pengertian sunnah ditinjau dari sudut bahasa (lughat) bermakna jalan yang dijalani, terpuji, atau tidak. Sesuai tradisi yang sudah dibiasakan, dinamai sunnah, walaupun tidak baik.

Sedangkan, Sunnah menurut istilah muhadditsin (ahli-ahli hadits) ialah segala yang dinukilkan dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik yang demikian itu sebelum Nabi SAW dibangkitkan menjadi Rasul, maupun sesudahnya.[10] Menurut Fazlur Rahman, sunnah adalah praktek aktual yang karena telah lama ditegakkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya memperoleh status normatif dan menjadi sunnah. Sunnah adalah sebuah konsep perilaku, maka sesuatu yang secara aktual dipraktekkan masyarakat untuk waktu yang cukup lama tidak hanya dipandang sebagai praktek yang aktual tetapi juga sebagai praktek yang normatif dari masyarakat tersebut.

Pengertian Sunnah ditinjau dari sudut istilah, dikalangan ulama terdapat perbedaan. Ada ulama yang mengartikan sama dengan hadits, dan ada ulama yang membedakannya, bahkan ada yang memberi syarat-syarat tertentu, yang berbeda dengan istilah hadits. Ulama ahli hadits merumuskan pengertian sunnah sebagai berikut : "Segala yang bersumber dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, atau perjalanan hidupnya, baik sebelum diangkat menjadi Rasul, seperti ketika bersemedi di gua Hira maupun sesudahnya".

Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, kata sunnah menurut sebagian ulama sama dengan kata hadits. "Ulama yang mendefinisikan sunnah sebagaimana di atas, mereka memandang diri Rasul SAW., sebagai uswatun hasanah atau qudwah (contoh atau teladan) yang paling sempurna, bukan sebagai sumber hukum. Olah karena itu, mereka menerima dan meriwayatkannya secara utuh segala berita yang diterima tentang diri Rasul SAW. tanpa membedakan apakah (yang diberitakan itu) isinya berkaitan dengan penetapan hukum syara' atau tidak. Begitu juga mereka tidak melakukan pemilihan untuk keperluan tersebut, apabila ucapan atau perbuatannya itu dilakukan sebelum diutus menjadi Rasul SAW., atau sesudahnya.[11]

Perbedaan pengertian tersebut di atas, disebabkan karena ulama hadits memandang Nabi SAW., sebagai manusia yang sempurna, yang dijadikan suri teladan bagi umat Islam, sebagaimana firman Allah surat al-Ahzab:[12] sebagai berikut : "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu".

Multiperan Muhammad

Sebagai manusia pilihan, Muhammad menjadi sosok atau pribadi yang komplit. Sebagai rasul, Muhammad menjadi uswah atau teladan bagi umatnya dalam segala hal. Muhammad juga berperan sebagai hakim (pemutus masalah) dalam berbagai masalah hokum yang terjadi pada waktu itu. Disamping itu pula, Muhammad juga menjadi kepala Negara (di Madinah) yang menjadi cermin dan cikal bakal tumbuhnya sistem masyarakat yang baik, adil dan multikulturalis.

Dengan banyaknya peran yang dilakukan Muhammad, muncul sebuah pertanyaan di kalangan umat Islam: apakah Muhammad juga berperan sebagai manusia biasa dalam kehidupannya sehari-hari. Kalau memang demikian, bagaimana memposisikan hadist atau sunnah yang dilakukan oleh Muhammad setiap hari. Apakah umat Islam harus mengikuti semua perbuatan-perbuatan kemanusiaanya pula?

Pribadi Muhammad sebagai pengemban risalah kenabian dan kerasulan memiliki berbagai dimensi yang merupakan perpaduan antara sisi kemanusiaan dan sisi ketuhanan.[13] Makalah ini membahas masalah peran Nabi Muhammad saw, dan kedudukan hadistnya. Penulis berusaha menelusuri berbagai peran yang menunjuk pada pribadi Nabi Muhammad saw. maupun pada misi yang diembannya berdasarkan beberapa kata kunci. Dengan menelusuri peran-peran kunci ini, penulis ingin megurai sekilas tentang posisi atau kedudukan Hadist dan peran ganda Muhammad.

Muhammad Sebagai Rasul dan Nabi

Dalam al-Quran, penyebutan Muhammad hanya ditemukan dalam empat ayat saja, yaitu Q.S. Ali Imran (3): 144, al-Ahzab (33): 40, Muhammad (47): 2, dan al-Fath (48): 29. Kesemua ayat tersebut selalu dikaitkan secara langsung dengan sebutan Rasul, kecuali Q.S. Muhammad (47): 2, yang harus selalu ditaati. Akan tetapi, secara tidak langsung Q.S. Muhammad (47): 2 tersebut juga mengisyaratkan keharusan percaya (iman) terhadap risalah yang disampaikan oleh Muhammad, karena risalah tersebut merupakan kebenaran dari Allah.[14]

Jadi penyebutan Muhammad dalam al-Quran selalu dikaitkan dengan fungsinya sebagai seorang utusan (Rasul) Allah yang harus ditaati. Di samping itu, kata Muhammad juga diangkat sebagai salah satu nama surat dalam al-Quran. Secara umum isi dari surat Muhammad ini adalah seruan untuk selalu percaya (iman) terhadap risalah Muhammad sebagai sebuah kebenaran dari Allah (ayat 2). Di samping itu, surat ini membuat landasan kategorisasi manusia menjadi dua kelompok, yaitu orang-orang kafir yang mengikuti kebathilan dan orang-orang mukmin yang mengikuti kebenaran.

Kata rasul (termasuk dalam bentuk pluralnya) dalam al-Quran disebut sebanyak 342 kali. Berdasarkan temuan Abdullah Yusuf Ali, pengertian harfiah kata rasul dalam seluruh ayat al-Quran adalah orang yang diutus. Oleh karena itu, penggunaan kata rasul dalam al-Quran dapat dalam pengertian malaikat (seperti Q.S. al-Haqqah (69): 40, al-Takwir (81): 19, Hud (11): 69, 77, 81, al-Ankabut (29): 31-33, al-Mualat (77): 1, dan al-Zukhruf (43): 80), juga dapat dalam pengertian nabi (seperti Q.S. Ali Imran (3):144, al-Maidah (5): 68, al-Anam (6): 48, dan al-Kahfi (18) 56), dan juga dapat pula dalam pengertian manusia (seperti Q.S. al-Muminun (23): 51.

Meskipun penggunaan kata rasul juga berarti seorang nabi, namun secara substansial, pengertian kedua istilah tersebut tetap berbeda. Paling tidak, ada dua spesifikasi khusus yang dilekatkan ulama pada pengertian rasul, yaitu pertama: bahwa rasul adalah seorang yang mempunyai Kitab Suci. Kedua adalah terkait dengan ketaatan, di mana kewajian ketaaan yang tepat dalam al-Quran selalu terkait dengan rasul, bukan nabi.

Dengan demikian, dapat ditegaskan di sini bahwa penyebutan Muhammad sebagai rasul adalah mengacu pada dua sepesifikasi di atas. Muhammad adalah seorang yang diutus Allah untuk menyampaikan sebuah risalah (Kitab Suci al-Quran) sebagai undang-undang (syariat) bagi umat Muhammad, dan seorang utusan Allah yang harus ditaati seruan-seruannya (baik yang terdapat dalam al-Quran maupun selain al-Quran, al-sunnah).

Begitu juga Muhammad sebagai Nabi. Kata nabi (tanpa hamzah) dalam al-Quran disinggung sebanyak 80 kali, di mana akar katanya berasal dari (n dan b dan a) yang berarti pembawa berita. Bila dilihat bentuknya, kata ini merupakan bentuk ism fail yang menyalahi aturan (anomaly), di mana bentuk yang semestinya adalah nabi (dengan hamzah). Penyimpangan ini adalah sebuah kesengajaan yang dimaksudkan untuk menempatkan pembawa berita yang agung (berasal dari Allah) pada derajat yang lebih tinggi daripada pembawa berita selainnya. Berdasarkan pengamatan penulis, penggunaan kata nabi dalam ayat-ayat al-Quran mempunyai karakteristik khusus, di mana konteks pembicaraan dan sasarannya (mukhatab) lebih ditekankan kepada kelompok outsider (orang yang berada di luar pengikut nabi). Outsider yang dimaksudkan di sini adalah musuh-musuh para nabi.

Muhammad Sebagai Kepala Negara

Nabi mengatur urusan perekokomian masyarakat Madinah dengan sistem zakat, infaq maupun shadaqah yang didistribusikan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diberlakukan syari’at (At Taubah: 60, 103, al Hajj: 41). Ketika Nabi tiba di Madinah, pasar Madinah ketika itu dimonopoli oleh sistem kapitalisnya Yahudi, dimana arus keluar msauk pasar dikendalikan secara strategis oleh mereka. Rasulullah kemudian membangun pasar muslim melalui tangan Abdurrahman bin ‘Auf ra. Sahabat saudagar kaya yang menjadi salah satu pilar ekonomi kaum muslimin. Rasulullah juga melakukan pengawasan (hisbah) pada pasar dengan menunjjuk penanggung jawab urusan tersebut kepada sahabat Said bin Said Ibnul ‘Ash ra.

Demikian halnya, Nabi juga menerapkan harta ghanimah (rampasan perang) sebagai kekuatan pendukung perekonomian pemerintahan dan perekomoinan masyarakat, demikian halnya dengan jizyah (upeti dari wilayah-wilayah yang mengikat perlindungan dengan pemerintahan Nabi). Secara keseluruhan harta-harta tersebut diklasifikasikan dalam Baitul Mal secara terpisah. Seperti yang disebutkan oleh Sa’id Hawa dalam bukunya Al Islâm bahwa pemerintahan Islam memiliki pusat keuangan Negara yang disimpan di Baitul Mal. Baitul Mal dibagi ke dalam tiga klasifikasi;

a. Baitul Mal Khusus menyimpan harta zakat

b. Baitul Mal khusus sebagai hasil dari pemungutan jizyah dan kharaj

c. Baitul Mal yang khusus menyimpan harta ghanîmah dan rikaz

d. Baitul Mal yang khusus menyimpan barang-barang yang tidak diketahui kepemilikannya

Satu hal yang belum pernah terjadi pada peradaban-peradaban lainnya adalah, Rasulullah mengubah sistem perekonomian di kala itu yang sarat praktek ribawi dengan segala bentuknya kemudian dihilangkan dan dihapuskan dengan sistem yang Ilahi (Islam). Perdagangan dan jual beli tidak lagi monopoli si kaya atas si miskin. Pinjam meminjam, musyarakah atau mudharabah juga ditetapkan berdasarkan prinsip-prinsip yang adil lagi penuh maslahat serta menghilangkan kemudharatan-kemudharatan. Penghapusan sistem pajak sebagaimana terjadi di Negara-negara besar ketika itu (Romawi dan Persia) dengan sistem zakat, dan lain-lain.

Nabi bertindak memimpin sejumlah peperangan secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini seluruh peperangan diatur dan dimenejeri oleh Rasulullah sebagai pemimpin tertinggi. Namun demikian sebagiamana yang terjadi dalam beberapa peperangan seperti Badr, Khandak, dan lain-lain masukan-masukan dari para sahabat juga diperhitungkan secara masak. Al Bukhari menyebutkan dari sejumlah periwayatan seperti dari Zaid bin Arqam ra, Al Barra ra bahwa Nabi bertempur secara langsung sebanyak 19 kali. Pertempuran-pertempuran tersebut secara mayoritas dimenangkan oleh Nabi. Ini menunjjukan betapa besarnya peran Nabi dalam mengatur, menempatkan, dan melakukan strategi peperangan secara brilian.

Muhammad Sebagai Manusia Biasa

Sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an itu sendiri, bahwa Muhammad adalah seorang Nabi dan Rasul. Tetapi juga Muhammad tetaplah manusia biasa sebagaimana manusia lainnya. Menurut Abdul Jalil 'Isa Abu an-Nashr, bahwa Muhammad itu ma'sum ketika menyampaikan risalah kenabian atau wahyu. Tetapi Muhammad juga bisa melakukan kesalahan sebagaimana manusia biasa ketika dia berada pada posisi kemanusiaanya.[15]

Beliau adalah manusia seperti manusia yang lain dalam naluri, fungsi fisik, dan kebutuhannya, tetapi bukan dalam sifat-sifat dan keagungannya, karena beliau mendapat bimbingan Tuhan dan kedudukan istimewa di sisi-Nya, sedang yang lain tidak demikian. Seperti halnya permata adalah jenis batu yang sama jenisnya dengan batu yang di jalan, tetapi ia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh batu-batu lain. Dalam bahasa tafsir Al-Quran, "Yang sama dengan manusia lain adalah basyariyah bukan pada insaniyah." Perhatikan bunyi firman tadi: basyarun mitslukum bukan insan mitslukum.[16]

Cerita mengenai perkawinan kurma juga bisa menjadi salah satu gambaran bagaimana Muhammad menjadi manusia biasa pada umumnya. Diceritakan bahwa Nabi saw. tiba di Madinah. Dia melihat orang-orang sedang mengawinkan kurma. Nabi saw melarangnya. Penduduk Madinah mengikuti larangan Nabi itu, sehingga pohon-pohon kurma itu tidak berbuah. Mereka datang lagi kepada Nabi. Nabi saw berkata : "Kamu lebih tahu tentang urusan dunia kamu (Antum a'lamu bi umuri dunyakum).

Kasus ini menunjukkan bahwa pada saat tertentu Nabi Muhammad juga berposisi sebagaimana manusia biasa. Pendapat nabi yang berkenaan dengan hal-hal urusan duniawiyah seperti pengawinan pohon kurma.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa pendapat nabi (hadist atau sunnah) tidak serta merta menjadi hukum yang harus diikuti. Tetapi kita harus memilah dan memili apakah pendapat itu berupa hadist atau sunnah yang harus diikuti atau bukan. Menurut Khalid Abdul karim, bahwa terkadang Muhammad itu berposisi sebagai nabi atau rasul ketikan berkenaan dengan masalah-masalah nubuwah atau risalah. Tetapi Muhammad juga berposisi sebagai pemimpin Negara yang mengatur administrasi (aturan tata Negara) sebagaimana diterapkan di Madinah.[17] Dan juga berperan sebagai manusia biasa sebagaimana Muhammad menunjukkan pada kasus tanaman pohon kurma.

Penutup

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan beberapa pokok pikiran sebagai berikut:

  1. Ketika Muhammad berposisi sebagai Nabi dan Rasul dan menetapkan masalah-masalah nubuwqah dan risalah, maka kita harus mengikuti semua perkataan dan perbuatannya.
  2. Saat Muhammad berposisi sebagai hakim dan menetapkan atau memutuskan hal-hal yang kerkenaan dengan masalah agama, maka kita harus mengambilnya.
  3. Ketika Muhammad sebagai kepala negara dan ia melaksanakan aktivitas yang berkaitan dengan administrasi kenegaraan, kita dapat mengambil atau berijtihad lain sesuai dengan kebutuhan zaman kita.
  4. Dan ketika Muhammad sebagai manusia biasa (kehidupan sehari-hari), maka kita ada kebebasan untuk mengikuti maupun meninggalkan.

Wallahu a’lam bi showab



[1] Baca Nurudin ‘Itr, Minhaj Naqd fi Ulumul Hadits, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1979), hal. 21-22.

[2] QS. An-Nisa' (4):80

[3] QS. Al-Hasyr (59): 7

[4] Bandingkan juga dengan penjelasan Muhammad al-Zafzafy, al-Ta’rif bi al-Qur’an wa al-Hadits, (Beirut: Maktabah Ilmiyah, tth), hal. 194.

[5] Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalah Hadis (Bandung: al-Ma'arif, 1991), hal 6.

[6] Lihat Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis (Semarang: Rasail, 2007) hal. 2.

[7] Diantara yang tidak memasukkan taqrir dalam pendefinisian hadis adalah Ibn al-Subkiy. Menurutnya, kata taqrir sudah masuk dalam kata "af'al". lebih lanjut lihat, M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad hadist: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Bandung: Bulan Bintang, 1995), hal. 26.

[8] Lihat Mahmud Ath-Thahhan, Minhaj Hadits fi Mushthalah al-Hadits, (Riyadl: Maktabah al-Ma’arif, 2004), hal. 7.

[9] Endang Soetari, Ilmu Hadis: Kajian Riwayah dan Dirayah (Bandung: Mimbar Pustaka, 2005), hal. 6.

[10] Dikutip dari M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 19.

[11] Bandingkan dengan Latief Muchtar, "Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam: Tinjauan Ontologis dan Epistemologis" dalam Yunahar Ilyas dan M. Mas'udi (ed), Pengembangan Pemikiran Hadis (Yogyakarta: LPPI UMY, 1996), hal. 107-109.

[12] Q.S al-Ahzab (33): 21.

[13] Bandingkan dengan pendapat Imam al-Qarafi yang dikutip oleh M. Quraish Shihab dalam pengantar buku Studi Kritis Atas Hadis Nabi Muhammad SAW. Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Studi Kritis Atas Hadis Nabi SAW: Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual (terj) Muhammad al-Baqir (Bandung: Mizan, 1998) cet. VI, hal. 9.

[14] Q.S al-Ahzab (33): 21.

[15] Lebih lanjut untuk pembahasan ini, baca Abdul Jalil 'Isa Abu An-Nashr, Ijtihad Rasulullah SAW (terj). Wawan Djunaedi Soffandi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), hal. 30-32.

[16] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudhu'I Atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996), hal. 54.

[17] Lebih lanjut baca penjelasan Khalil Abdul KArim, Negara Madinah: Politik Penaklukan Masyarakat Suku Arab (terj). Kamran As'ad Irsyady (Yogyakarta: LKIS, 2005)

Rabu, 22 September 2010

program P2SDS 2014 Departemen Pertanian Ditjen Peternakan melakukan kegiatan Sarjana Membangun Desa ( SMD)

Untuk mengejar program P2SDS 2014 Departemen Pertanian Ditjen Peternakan melakukan kegiatan Sarjana Membangun Desa ( SMD). Adapun persiapan Program tersebut di tahun 2010 direncanakan memerlukan 1000 Sarjana Membangun Desa di seluruh Provinsi di Indonesia.

Sarjana Membangun Desa adalah Seorang sarjana yang mendampingi kelompok peternak di desa dan sarjana bertindak sebagai anggota serta membantu ketua kelompok dalam menjalankan kegiatan beternak.

Tugas sarjana ini antara lain untuk memajukan peternak dan kelompok dalam menghadapi berbagai kendala guna membangun kelompok Agribisnis Peternakan yang lebih maju dan berwawasan lebih luas yang diharapkan pada akhirnya dapat mengakses permodalan dari sumber dana perbankan dalam mengembangkan kelompok Peternak tersebut. Sebagai contoh kegiatan SMD tahun 2009 meliputi beberapa komoditi ternak sebagai berikut :

1. Komoditi Kelompok Ternak Sapi Potong (300 juta)

2. Komoditi Kelompok Ternak Sapi Perah (300 juta)

3. Komoditi Kelompok Ternak Unggas Lokal (80 juta)

4. Komoditi Kelompok Ternak Domba-Kambing (150 juta)

5. Komoditi Kelompok Ternak Kelinci (50 juta)

Persyaratan Umum untuk menjadi Sarjana Membangun Desa meliputi :

1. Sarjana Peternakan yang mau membuat kontrak 3 – 5 tahun untuk mendampingi kelompok di lapangan dengan syarat berdomisili disekitar kelompok binaan di desa tersebut.

2. Sarjana Peternakan/Sarjana yang bergerak dan sudah berusaha dan berbudidaya di bidang Peternakan di kelompok pada Pedesaan yang potensial untuk dikembangkan.

3. Seorang SMD yang mempunyai Jiwa Enterpreneurship dan Leadeship

4. Diutamakan berasal dari desa/daerah kelompok tersebut berdomisili

5. Diutamakan sudah memiliki kelompok binaan

6. Bersedia mengikuti pelatihan

7. Bersedia tinggal di desa kelompok binaan berada

8. Menyukai tantangan dan memiliki motivasi tinggi sebagai peternak

9. Memiliki pengalaman berorganisasi

10.Diutamakan berpengalamam sebagai pendamping peternak, mempunyai pengalaman penelitian/Pratek Kerja Lapang atau usaha dalam bidang peternakan.

Syarat Sarjana Pendamping untuk menjadi Sarjana Membangun Desa meliputi :

1. Sarjana menyampaikan lamaran (surat lamaran, pas foto, biodata, ijazah dan transkrip) ditujukan kepada Dekan Fakultas Peternakan perguruan tinggi setempat..IPK tidak diperhitungkan….

2. Membuat Rencana Pengembangan Usaha Ternak untuk salah satu komoditi yang diminati (Sapi Potong, Sapi Perah, Domba-Kambing, Unggas lokal & Kelinci).

3. Bersedia melakukan kontrak selama 3 – 5 tahun.

Hak Sarjana Pendamping Sarjana Membangun Desa meliputi :

1. Mendapatkan Honor perbulan selama 1 tahun, 1,5 juta/bulan.

2. Akan mendapatkan ternak

3. Akan menjadi anggota kelompok

Waktu pendaftaran :

Penyerahan Surat Lamaran paling lambat 17 Mei 2010

Tahapan Rekruitmen :

1. Tahap I, Seleksi Dokumen (melalui Perguruan Tinggi)

2. Pengumuman Hasil Seleksi Tahap I

3. Tahap II, Seleksi Tertulis (Team Perguruan Tinggi, Ditjen Peternakan dan Dinas Peternakan Provinsi).

4. Pengumuman Hasil Seleksi Tahap II

5. Tahap III, Seleksi Wawancara (Team Perguruan Tinggi, Ditjen Peternakan dan Dinas Peternakan Provinsi).

6. Pengumuman Hasil Seleksi Tahap III.

7. Tahap IV, Seleksi Penijauan Lokasi Kelompok Binaan Calon Sarjana Membangun Desa yang diusulkan.

8. Pengumuman Hasil Seleksi Tahap IV

9. Pembekalan Sarjana Membangun Desa (Workshop & Pelatihan).

CONTOH PROPOSAL

Rabu, 16 Desember 2009

Bedah Buku "Fiqh Seksualitas"


Peran Ulama Fiqh sangat penting untuk rujukan pedoman bagi umat Islam dalam menghadapi kasus-kasus dan permasalan keagamaan. Mengingat dinamika sosial dan perubahan zaman yang terus bergerak maka fatwa ulama fiqh senantiasa ditunggu dan menjadi hal yang urgen sebagai pencerahan yang solutif. Tidak hanya kasus-kasus ibadah ritual dan muamalah yang menjadi problema umat sekarang ini, namun dengan semakin maraknya kelompok-kelompok baru yang muncul dan mengklaim dirinya bagian dari Islam, yang terkadang aspek teologis dan ritual keaagamaannya sama namun instrumen dan aktifitas gerakannya berbeda, atau bahkan ada beberapa kelompok yang teologis dan ritual keaagamaannya terkadang jauh menyimpang dari ajaran Islam yang telah baku (telah lama menjadi anutan). Disinilah kualitas dan kapabilitas ulama fiqh diuji.


Kitab kuning yang sebagai khazanah intelektual keislaman masa lalu adalah perlu sebagai bahan merujuk bagi ulama fiqh sekarang. Karena kitab klasik ini kaya dengan prouduk-produk kajian keislaman termasuk di dalamnya hukum Islam (fiqh). Namun Mengingat fatwa-fatwa ulama (pengarang kitab kuning) tersebut adalah produk anak zaman yang mengakomodasi permasalahan umat di masanya dengan latar belakang sosial, budaya dan tingkat pemahaman yang umat mereka yang berbeda. Maka wajar bila produk hukum merekapun berbeda satu dengan yang lainnya. Bahkan ulama kitab klasik (kitab kuning) ini terkadang susah untuk menanggalkan atau melepas baju golongannya sehingga produk-produk fiqihnyapun senantiasa seiring dan sejalan dengan fatwa pendahulunya. Oleh karenanya kitab kuning sebagi khazanah klasik hendaknya diletakkan secara proporsional dan cerdas ketika menjadi bahan rujukan ulama dalam mengupas permasalahan hukum Islam (fiqh) kekinian.


Buku Fiqh Seksualitas adalah karya anak muda mencoba membahas kasus-kasus seksualitas kekinian. Adalah sangat menarik untuk dibaca khususnya bagi kaum muda Islam mengingat pola pergaulan anak muda sekarang kian hari kian jauh dari nilai-nilai etika sosial dan moralitas keagamaan. Buku yang ditulis oleh Abdul Wahid Somat, mahasiswa FAI jurusan Tarbiyah semester 7 UMM Malang ini, mencoba mengupas kasus-kasus seksual yang dialami anak muda sekarang. Bagaimana mereka harus bersikap dan bertindak diusia baru mengenal kebutuhan seksual. Terkadang mereka terjebak dalam pilihan yang dilematis, antara memenuhi hasrat seksual dengan kewajiban studi atau harus menikah sementara belum ada kemampuan layaknya sebagai kepala keluarga. Bagi mereka yang imannya mudah goyah sering kali salah menentukan sikap, menganggap bahwa hubungan seksual pra nikah beresiko lebih ringan dan bahkan menjadi hal yang biasa. Dan menganggap bahwa pernikahan adalah ending dari hubungan yang dijalin dengan pasangan/kekasihnya ketika segala sesuatunya telah siap.


Selain membahas seks pra nikah dan paska nikah buku Fiqh Seksualitas ini juga mencoba membahas Nikah lintas agama. Berdasar kajian kitab kuning dengan mengacu kepada pendapat empat mazhab (hambali, maliki, syafi’i dan hanafi) yang kemudian disandingkan dengan fatwa-fatwa ulama kontemporer seperti Mahmoud Syaltut, Yusuf Qordhawi, Wahbah Zuhaili dan juga keputusan komisi fatwa Ulama mesir dan MUI Indonesia.

Mengingat bahwa al Qur’an dan Hadits membolehkan menikahi wanita non muslimah (Yahudi atau Nasrani) maka penulis mencoba menggali lebih dalam tentang keberadaan agama Yahudi dan Nasrani dalam hal keabsahan monoteisme mereka. Kalau dimasa awal Islam kaum Yahudi dan Nasrani sebagian masih ada yang berpegang teguh dengan ajaran murni Rasul mereka. Akan tetapi setelah Islam menjadi satu-satunya agama yang benar di sisi Allah dan ditambah penyelewengan pengikut Yahudi dan Nasrani terhadap rasulnya semakin nyata maka masih relevankah nikah lintas agama (yahudi dan nasrani) dibolehkan.

Pada bab terakhir buku ini membahas nikah sirri dalam prespektif Islam dan hukum Negara suatu bahasan yang menarik untuk dikaji dan didiskusikan.


Terkait dengan bedah buku "Fiqh seksualitas" yang diselenggarakan di Padepokan HIzbul Wathan, Jum'at 18 Desember 2009 (jam 19.00 WIB) maka forum ini adalah sangat penting bagi kader-kader muda ulama tarjih Muhammadiyah. Semoga sukses dan bertambah khazanah keilmuannya.

Jaya…..

Senin, 14 Desember 2009

Kelompok Ternak Unggas






Alhamdulillah, tahap demi tahap program padepokan mulai terwujud, sejak berdirinya salah satu misi Padepokan Hizbul Wathan adalah membina dan mewujudkan sikap wirausaha santrinya. Maka sejak bergulirnya dana bantuan pemerintah lewat dinas peternakan, kegiatan ekonomi bersama dengan payung Padepokan dapat dimulai, usaha ekonomi tersebut diawali di bidang peternakan khususnya ternak unggas. adapun nama kelompok usaha ini adalah Kelompok Ternak Unggas Padepokan Hizbul Wathan.

Dua hal utama yang menjadi enter point dari kegiatan ini; pertama, pembinaan dan pelatihan sekaligus praktek langsung cara beternak unggas (ayam arab petelor). Untuk memperoleh skill dan kemampuan yang baik, maka kegiatan ini didampingi oleh sarjana peternakan yang telah berpengalaman. Fauzi,SPt sarjana peternakan alumni UMM Malang yang cukup lama berkiprah di dunia peternakan siap membimbing dan membina anggota kelompok ternak unggas padepokan HW. Sebagai seorang SMD (sarjana membangaun desa), dia siap mencurahkan ilmu dan pengalamannya kepada seluruh anggota, sehingga ke depan setiap anggota kelompok ini bisa dilepas dan mandiri. Begitu pula Pak Sobri Dosen UMM Malang yang pernah memperoleh piagam MURI, beliau juga siap untuk membantu dan menjadi konselor setiap saat bagi anggota kelompok usaha ternak ini.

Kedua, permodalan, kendala usaha yang selama ini membebani santri padepokan HW adalah modal, alhamdulillah dengan dikucurkannya bantuan dana dari pemerintah, muncullah usaha mandiri dibidang peternakan. Otomatis menjadi kegiatan ekonomi tambahan bagi anggota kelompok yang memang sudah kerja, dan menjadi alternatif lapangan kerja bagi mereka yang memang belum mendapat kesempatan kerja.

Namun demikian karena keterbatasan dana bantuan tersebut, sehingga pemanfaatan dan distribusi permodalan pun juga sangat terbatas. Untuk sementara baru bisa dinikmati beberapa santri, padahal masih banyak santri-santri yang lain yang perlu juga disuntik permodalan untuk menggiatkan semangat kewirausahaan. Mudah-mudahan ke depan pemerintah dapat mengucurkan kembali dana bantuan kepada Padepokan demi terujudnya jiwa-jiwa entrepreneur di kalangan santri.

Di sela-sela pengajian jum'at malam KH Abdullah Hasyim Pengasuh Padepokan Hizbul Wathan memberikan tausiyah terkait dengan grand opening usaha ternak ini, lewat ceramah beliau yang bertemakan ekonomi islam, beliau menyatakan bahwa, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dikerjakan bagi seorang pelaku ekonomi. Antara lain kesungguhan, kerja keras, siap bersaing dengan sehat, sabar dan ulet, dan mengindahkan etika islam dalam berbisnis serta senantiasa berdoa kepada Allah SWT.

Rabbana hablana ilman nafi'a a rizqan waasi'a wa syifa'an min klli daa'in


Sabtu, 28 November 2009

Makna Berqurban bagi umat Islam


"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yg banyak. Maka dirikanlah salat krn Tuhanmu dan sembelihlah hewan . Sesungguhnya orang-orang yg membenci kamu dialah yg terputus? "


Pemberian ni’mat oleh Allah kepada manusia tak terhingga. Anak isteri dan harta kekayaan adl sebagian ni’mat dari Allah. Kesehatan dan kesempatan juga ni’mat yg sangat penting. Manusia juga diberi ni’mat pangkat kedudukan jabatan dan kekuasaan. Segala yg dimiliki manusia adl ni’mat dari Allah baik berupa materi maupun non materi. Namun bersanmaan itu pula semua ni’mat tersebut sekaligus menjadi cobaan atau ujian fitnah atau bala? bagi manusia dalam kehidupannya. Allah berfirman ?Dan ketahuilah bahwasanya harta kekayaanmu dan anak-nakmu adl fitnah . Dan sesungguhnya Allah mempunyai pahala yg besar?.
Meskipun Allah memberikan ni’mat-Nya yg tak terhingga kepada manusia tetapi dalam kenyataan Allah melebihkan apa yang diberikan kepada seseorang daripada yg lain. Sehingga ada yg kaya raya cukup kaya miskin bahkan ada yang menjadi seorang papa gelandangan berteduh di kolong langit. Demikian juga ada yg menjadi penguasa ada yg rakyat jelata. Ada pimpinan/ kepala dan ada bawahan / anak buah. Ini semua juga dalam rangka cobaan bagi siapa yang benar-benar mukmin dan siapa yg hanya mukmin di bibir saja.
Salah satu bukti bahwa seorang mukmin telah lulus cobaan dalam ni’mat harta kekayaan adl ia dgn ikhlas mengunakannya utk ibadah haji. Sehingga bagi orang demikian akan memperoleh haji yg mabrur. Sedang haji mabrur pahalanya hanyalah surga sebagaimana sabda Nabi SAW ?Orang yg dapat mencapai haji yg mabrur tiada pahala yg pantas baginya selain surga?. .
Betapa gembira dan bahagianya orang kaya yg dapat mencapai haji mabrur demikian. Belum lagi jika ia sempat salat berjamaah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi maka tiada terkira lagi pahalanya. Namun ini konteksnya adl orang yang kaya. Sedang orang yg tidak mampu / miskin tidak perlu berkecil hati. Bagi kita yg tidak mampu maka konteksnya terkandung dalam hadis Nabi SAW berikut “Hajinya orang yg tidak mampu adalah berpuasa pada hari Arafah .?
Itulah maka sangat disayangkan bila di antara kita ada yg menyia-siakan kesempatan dari Allah yakni tidak mau berpuasa pada tanggal 9 Zul Hijjah yg disebut puasa Arafah itu.
Cobaan tentang harta kekayaan juga berkaitan dgn pelaksanaan ibadah udhiyah yakni menyembelih hewan yang terkenal dgn hewan qurban di hari raya. Karena pada hari ini Allah mensyariatkan utk ber-udhiyah {menyembelih hewan} maka hari raya ini disebut dgn hari raya Adha wa biha sumiya yaumal-adha. Demikian juga penjelasan Rasulullah SAW ?Hari raya fitrah adl pada hari manusia berbuka menyudahi puasa Ramadan. Sedangkan hari raya Adha adl pada hari manusia ber-udhiyah ? .
Maka salah satu bukti lagi bahwa seseorang lulus dari cobaan harta adl ia dgn ikhlas mau mengunakannya untuk ber-udhiyah baik itu berupa sapi kerbau maupun kambing. Ini tergantung pada kemampuan masing-masing. Seekor kambing boleh digunakan utk satu orang beserta keluarga seisi rumahnya. Sedang sapi / kerbau boleh utk tujuh orang beserta keluarga seisi rumah mereka masing-masing. Daging sembelihan ini termasuk syiar agama yakni utk dimakan menjamu tamu diberikan kepada yg meminta atau yg tidak meminta {orang mampu}. Daging ini juga boleh disimpan utk dimakan hingga hari tasyrik . Allah berfirman ?Makanlah sebagiannya dan utk memberi makan orang yg tidak meminta dan orang yg meminta?. {QS. Al-Hajj 36}.
Sementara Nabi bersabda ?Makanlah utk memberi makan dan simpanlah !?
Sementara itu cobaan besar terhadap sesuatu yg dimiliki manusia pernah dialami Abul Anbiya? Khalilurrahman Ibrahim AS. Beliau telah lulus ujian atau cobaan dari Allah. Hal ini didokumentasikan dalam Al-Qur?an ?Dan ketika Ibrahim diberi cabaan oleh Tuhannya dgn beberapa kalimat lalu Ibrahim lulus dalam cobaan itu. Allah berfirman ?Sesungguhnya Aku menjadikan kamu hai Ibrahim Imam semua manusia ..?. ?
Kelulusan Ibrahim tidak hanya dalam melaksanakan perintah Allah tetapi juga dalam kebijaksanaannya menyampaikan perintah itu kepada anaknya yg sangat dicintainya. Beliau tidak langsung mengambilnya tiba-tiba dan tidak pula mencari kelengahan atau dgn taktik menculik teror dan intimidasi. Meskipun Ibrahim memiliki massa yg banyak tetapi beliau tidak menggunakan massa agar anaknya bertekuk lutut di hadapannya. Perintah Allah disampaikannya dgn transparan penuh argumentasi Ilahiah.
Sedangkan Ismail anak yg patuh dan mengerti kedudukan orang tuanya dan posisinya sebagai anak ia tidak membangkang dan tidak bimbang. Ismail memberikan jawaban yg memancarkan keimanan tawaddu? dan tawakkal kepada Allah bukan utk menonjolkan kepahlawanan atau kegagahan mencari popularitas. Ia tidak melakukan unjuk rasa yang konfrontatif tanpa mengindahkan akhlakul karimah atau dgn kekerasan utk memprotes kehendak bapaknya.
Sungguh dua tokoh bapak dan anak ini merupakan uswah hasanah bagi umat manusia. Bahkan syariat Nabi Muhammad SAW merupakan syariat yg dulunya telah diwahyukan Allah kepada Ibrahim . Maka kita menyembelih hewan qurban di hari ?Idul Adha ini termasuk meneladani sunnah Ibrahim sebagaimana sabda Nabi SAW ?Sunnatu abikum Ibrahim.? .
?Idul Adha memiliki makna yg penting dalam kehidupan. Makna ini perlu kita renungkan dalam-dalam dan selalu kita kaji ulang agar kita lulus dari berbagai cobaan Allah. Makna ?Idul Adha tersebut
Menyadari kembali bahwa makhluk yg namanya manusia ini adl kecil belaka betapapun berbagai kebesaran disandangnya. Inilah makna kita mengumandangkan takbir Allahu akbar !
Menyadari kembali bahwa tiada yg boleh di-Tuhankan selain Allah. Menuhankan selain Allah bukanlah semata-mata menyembah berhala seperti di zaman jahiliah. Di zaman globalisasi ini orang dapat menuhankan tokoh lebih-lebih lagi si Tokoh itu sempat menjadi pucuk pimpinan partainya menjadi presiden/wakil presiden atau ketua lembaga perwakilan rakyat. Orang sekarang juga cenderung menuhankan politik dan ekonomi. Politik adalah segala-galanya dan ekonomi adl tujuan hidupnya yg sejati. Bahkan HAM menjadi acuan utama segala gerak kehidupan sementara HAT diabaikan. Inilah makna kita kumandangkan kalimah tauhid La ilaha illallah !
Menyadari kembali bahwa pada hakikatnya yg memiliki puja dan puji itu hanyalah Allah. Maka alangkah celakanya orang yg gila puja dan puji sehingga kepalanya cepat membesar dadanya melebar dan hidungnya bengah bila dipuji orang lain. Namun segera naik pitam wajah merah dan jantung berdetak melambung bila ada orang yang mencela mengkritik dan mengoreksinya. Inilah makna kita kumandangkan tahmid Wa lillahil-hamd !
Menyadari kembali bahwa manusia ini ibarat sedang melancong atau bepergian yg suatu saat rindu utk pulang ke tempat tinggal asal yakni tempat yg mula-mula dibangun rumah ibadah bagi manusia Ka?bah Baitullah. Inilah salah satu makna bagi yg istita?ah tidak menunda-nunda lagi berhaji ke Baitullah. Di sini pula manusia disadarkan kembali bahwa pada hakikatnya manusia itu satu keluarga dalam ikatan satu keimanan. Siaopa pun dia dari bangsa apapun adl saudara bila ia mukmin atau muslim. Tetapi bila seseorang itu kafir adl bukan saudara kita meskipun dia lahir dari rahim ibu yg sama. Maka orang yg pulang dari haji hendaknya menjadi uswah hasanah bagi warga sekitarnya tidak membesar-besarkan perbedaan yg dimiliki sesama muslim terutama dalam hal yg disebut furu?iyah.
Menyadari kembali bahwa segala ni’mat yg diberikan Allah pada hakikatnaya adl sebagai cobaan atau ujian. Apabila ni’mat itu diminta kembali oleh yg memberi maka manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Hari ini jadi konglomerat esok bisa jadi melarat dgn hutang bertumpuk jadi karat. Sekarang berkuasa lusa bisa jadi hina tersia-sia oleh massa. Kemaren jadi kepala kantor dgn mobil Timor entah kapan mungkin bisa jadi bahan humor krn naik sepeda bocor. Sedang ni’mat yg berupa harta hendaknya kita ikhlas utk berinfaq di jalan Allah seperti utk ber-udhiyah .
Percayalah dalam hal harta apabila kita ikhlas di jalan Allah niscaya Allah akan membalasnya dgn berlipat ganda. Tetapi jika kita justru kikir pelit tamak bahkan rakus tunggulah kekurangan kemiskinan dan kegelisahan hati selalu menghimpitnya.
Akhirnya semoga ?Idul Adha dgn berbagai ibadah yg kita laksanakan sekarang ini dapat membangunkan kembali tidur kita . Kemudian kita berihtiar lagi sekuat tenaga utk memperbanyak amal saleh sebagai pelebur amal-amal buruk selama ini. Amin !